Tak henti-hentinya saya mencintai budaya asli berikut alam Indonesia. Setiap ada rencana terbang keliling Indonesia, pasti saya sempatkan melihat budaya asli daerah tersebut.
Waktu itu bulan Agustus 2015, saya terbang ke Solo, Jawa Tengah. Kemudian saya menyempatkan diri berkunjung ke salah satu peninggalan masa akhir Majapahit yang bernama Candi Ceto.
Dari bandara Adi Sumarmo saya langsung bergegas menuju ke atas Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Perjalanan diperkirakan memakan waktu 2 jam menggunakan mobil.
Waktu itu bulan Agustus 2015, saya terbang ke Solo, Jawa Tengah. Kemudian saya menyempatkan diri berkunjung ke salah satu peninggalan masa akhir Majapahit yang bernama Candi Ceto.
Dari bandara Adi Sumarmo saya langsung bergegas menuju ke atas Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Perjalanan diperkirakan memakan waktu 2 jam menggunakan mobil.
Pemandangan menuju Candi ini juga
tak kalah menariknya. Sangat jarang ditemukan di pusat kota Solo. Serba hijau
dan jalanannya pun menanjak ke atas. Udaranya dingin dan sejuk.
Candi yang dibuat oleh Van De
Vlies pada tahun 1842 ini, merupakan peninggalan Majapahit, dimana komplek
Candi digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat pemujaan. Ada rumor Candi ini dibangun sengaja menghadap ke Barat untuk memuja Gunung Merapi.
Struktur daripada candi ini
adalah berundak-undak. Saat ini hanya tinggal 13 teras saja dengan total 9
tingkatan undakan.
Relief yang saya temui pun kebanyakan adalah relief manusia yang menyerupai wayang kulit kalau menurut Wikipedia, dan menyerupai sejarah akhir Hindu-Buddha. Konon katanya, relief wayang kulit ini merupakan sinkretisme antara kebudayaan India dan Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar